Senin, 01 Juni 2009

Jadilah di dunia...seperti pengembara...

AlhamdulilLaah was shalaatu was salaamu 'alaa RasuulilLaah, ammaa ba'du :

Hari Sabtu yang lalu (30/05) saya dan istri berangkat dari Bandung ke Semarang, memenuhi undangan teman kami yang mengadakan meeting tepatnya di Hotel Semesta, Jln. KH. Wahid Hasyim, Semarang. Kami hanya berangkat berdua saja, karena Maryam dan Yahya, dua anak kami, lebih memilih ditinggal. Dengan mengendarai Suzuki Karimun Estilo yang baru sebulan ini menghuni garasi rumah kami, kami pun memulai perjalanan setelah mengatur hal-hal yang perlu disesuaikan karena adanya acara ini. Saya terpaksa meminta Ustadz pengganti untuk Kajian Tafsir Tematik di Sadang Serang, meninggalkan kelompok tarbiyah malam ahad yang saya bina, dan mewakilkan kajian malam Senin pada salah seorang Ustadz di Ma'had Al Amanah, untungnya masih keburu memenuhi permintaan Kajian Aqidah di Masjid Al Falaq, LAPAN, pada hari Senin (01/06) ba'da zhuhur dalam perjalanan pulang dari Semarang. Sedangkan istri saya sudah "pasang pengumuman" untuk pasien-pasiennya, bahwa praktek dokternya baru akan dimulai lagi Senin sore tanggal 1 Juni, dan walaupun masih lelah, pada Senin sore ini istri saya mulai praktek lagi karena dari petugas pendaftaran ada SMS sudah ditunggu 15 orang pasien yang sudah antri. Wa lilLaahil hamd... (kalau dokter insya Allah boleh bersyukur kalau banyak yang berobat, bukan karena banyak yang sakit...).

Dibandingkan dengan beberapa kendaraan yang sebelumnya pernah kami pakai bersama dalam perjalanan jarak jauh, Isuzu Black Panther dan KIA Carnival, maka inilah review dari seorang pemakai otomotif amatiran :
Carnival kelebihannya di luxury dan lega.
Panther kelebihannya di power dan kecepatan, walaupun kalah oleh Xenia dan Avanza. (Kalau saya di jalan nyusul Xenia atau Avanza, selalu gak bisa meninggalkan di belakang karena di depan ada lagi...ada lagi...)
Estilo kelebihannya di irit dan lincah, serta tentu saja : style.

AlhamdulilLah jarak Bandung-Semarang PP. bisa saya supiri sendiri meskipun kadang-kadang istirahat tidur sebentar di Hotel Bandung (BAN ngeglunDUNG,...alias tidur di mobil), dan sempat ikut sebagian acara meeting. Hal yang cukup berkesan adalah ketika salah seorang pembicara membandingkan perbedaan PEMENANG dan PECUNDANG. Mau tahu? Nih, saya bagi di bawah ini, tapi jangan lupa diamalkan, ya!

PEMENANG berfokus untuk mencapai sukses.
PECUNDANG berfokus untuk menghindari kegagalan.

PEMENANG membantu orang lain mencapai sukses agar dirinya juga mencapai sukses.
PECUNDANG hanya bisa mengkritik orang lain agar dirinya merasa hebat dan kelihatan lebih baik.

PEMENANG mencari solusi dan bertindak memecahkan masalah.
PECUNDANG membicarakan masalah dan tidak berbuat apa-apa.

PEMENANG bertindak sesuai prioritas untuk mencapai targetnya.
PECUNDANG bertindak tanpa tujuan karena tidak mempunyai target.

PEMENANG menganggap kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda.
PECUNDANG menganggap kesuksesan adalah kegagalan yang tertunda.

PEMENANG menganggap kesulitan adalah tantangan dan berhasil menaklukannya.
PECUNDANG menganggap kesulitan adalah akhir dari segalanya dan alasan untuk menyerah.

PEMENANG menemukan solusi dari setiap masalah.
PECUNDANG menemukan masalah dari setiap solusi.

PEMENANG tidak berkeluh kesah bekerja keras mencapai sukses.
PECUNDANG selalu berkeluh kesah walaupun tidak berbuat apa-apa.

Sebagai pelengkap laporan singkat dan tidak akurat ini saya sertakan foto yang dijepret anak saya, ketika baru datang dari Semarang dan ngelap mobil sebelum dipake lagi untuk nganterin istri saya ke tempat prakteknya.


Hal-hal yang bisa direnungi :
1. Dalam perjalanan kita selalu banyak persiapan untuk sampai ke tujuan, dan juga sering rindu pulang. RasululLaah SAW menyuruh kita hidup di dunia seperti pengembara dalam perjalanan. Sudahkah kita membuat persiapan yang cukup? Apakah kita benar-benar rindu pulang (akhirat)?
2. Hal-hal yang kita cintai sering kita sebut-sebut dalam pembicaraan kita : istri, mobil, rumah, dll. Padahal kita sering mengaku cinta Allah, Rasul, dan Islam; yang bahkan ketiga hal tersebut harus LEBIH DICINTAI DARI APA PUN (QS. 9:24). Seberapa sering kita menyebut-nyebut Allah, RasululLaah, dan Perjuangan di Jalan Allah dalam pembicaraan kita?
3. Kendaraan dalam perjalanan di dunia sering kita bersihkan, serviskan, dan sebagainya. Seringkah kita membersihkan dan mereparasi "kendaraan" kita menuju Allah, yaitu hati kita?
4. Dalam mempelajari resep-resep sukses duniawi kita sering berkorban dan bersungguh-sungguh, sudahkah kita bersungguh-sungguh dan siap berkorban mempelajari dan menerapkan resep sukes akhirat maupun dunia, yaitu Al Quran?
5. Apakah renungan seperti ini selalu kita pelajari untuk diamalkan, atau sekedar jadi penghias dalam pembicaraan maupun tulisan belaka?...Laa ilaaha illaa ANTA subhaanaKa inniy kuntu minazh zhaalimiin...AstaghfirulLaahal 'azhiima liy wa lakum.

2 komentar:

abuyahya mengatakan...

Kutipan terbaru, "Anda tidak akan jadi pecundang sampai anda puas menjadi demikian".

Anonim mengatakan...

Alih-alih menyebutnya sebagai sebuah “antisipasi” (suka melihat sisi negatif-nya) dari setiap solusi yang ditemukan, apakah sebenarnya sama saja dengan mencari masalah dari setiap solusi yang ditemukan? Kalau iya, berarti saya pecundang nih!
Tapi yakin enggak ding, kalau membaca kutipan terbaru tentang pecundang di atas.. karena enggak gue banggetz!

Saya belajar dari sini, apa yang dipaparkan ini sebagai sebuah pertanggunggjawaban seorang guru (ustadz) yang meninggalkan waktu untuk muridnya2 mendapatkan ilmu.. Tidak sedikit, hingga guru besar pun kadang meninggalkan kelas tanpa kompromi, kemudian tidak mempertanggungjawabkan kepergiannya (apalagi memberikan ilmu, hasil dari kepergiannya) di waktu bertemu kembali dengan murid2nya. Semoga Istiqomah (juga) dalam menghormati dan menghargai (respectful) kepada murid2 (jama'ah) dengan senantiasa mendoakan kami2.