Senin, 28 Januari 2008

Usaha dan Takdir

Seorang Shahabat Nabi SAW pernah menyatakan, "Aku lebih bersungguh-sungguh dalam beramal, setelah memahami arti Iman kepada Takdir Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa".

Banyak orang yang tersesat karena salah memahami Takdir. Syaikh 'Utsaimiin membaginya menjadi 2 golongan :

Golongan Jabriyyah, mereka tersesat karena menganggap manusia tidak berdaya apa-apa, seperti daun yang ditiup angin. Tidak punya kemauan maupun kemampuan untuk berusaha.

Golongan Qadariyyah, mereka tersesat karena menganggap Allah SWT. tdk mengetahui apa yang akan terjadi, dan bahwa masa depan sepenuhnya tergantung pada kehendak dan kemampuan manusia.

AhlusSunnah berpendapat di antara keduanya, manusia memiliki usaha, kemauan, dan kemampuan. Akan tetapi hasilnya adalah sesuai apa yang ditakdirkan Allah SWT di Lauh Mahfuzh, QS. 57:22-24

" Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,

(yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barang siapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji."

Hadits RasululLaah ShallalLaahu 'alayhi wa sallam,

"Mu'min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mu'min yang lemah. Bersungguh-sungguhlah dalam setiap yang bermanfaat buatmu, mintalah pertolongan Allah SWT. serta janganlah bersikap lemah. Akan tetapi jika kamu tertimpa sesuatu (yang tidak sesuai harapan), jangan berkata seandainya aku dulu begini atau begini (tentu kejadiannya tidak seperti ini), namun katakanlah Allah telah menakdirkan dan memperbuat apa yang dikehendakiNya. Karena ucapan 'seandainya dulu...' akan membuka pintu (godaan) Syeitan " (HR Muslim dan yang lainnya)

Untuk mendekatkan pemahaman kita pada pengertian yang benar dalam masalah ini, saya mengutip pernyataan shahabat di awal tulisan ini dengan menurunkan kaidah :

1. Jika iman kepada takdir membuat kita tidak lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah, berarti pemahaman kita salah (Misal, orang yang berkata, "Buat apa saya beribadah, khan kalau saya ditakdirkan ke neraka, percuma saja!")

2. Jika iman kepada takdir tidak membuat kita bersungguh-sungguh berusaha dalam menafkahi keluarga, pemahaman itu pun salah. Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah rahimahulLaahu Ta'aalaa menjelaskan bahwa orang yang benar dalam bertawakal akan memenuhi 3 aspek :(i) Yakin dalam hati bahwa Allah SWT menguasai seluruh kejadian, semua kebaikan yang didapat maupun terhindarnya semua bencana hanya ada di tanganNya. (ii) Bersungguh-sungguh dalam menjalankan syariat, karena percaya penuh pada Allah SWT berarti percaya pula bahwa petunjukNya adalah SATU-SATUNYA jalan kesuksesan dan kebahagiaan serta keselamatan. (iii) Menjalani sebab yang telah ditunjukkanNya kepada kita, karena kalau bertawakal tapi tidak menjalani sebab berarti orang itu kurang berakal.

"Seandainya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah SWT, niscaya kalian akan diberi rizki seperti burung, keluar pagi-pagi dalam keadaan perut kosong dan pulang sore hari dalam keadaan perut kenyang" (Hadits Shahih)

Untuk lebih menguatkan pemahaman ini, saya kemukakan satu perumpamaan :

Jika ada seorang pembantu bekerja di rumah orang yang kaya raya lagi dermawan lagi pemaaf, setiap orang yang bekerja di rumah itu selalu mendapat LEBIH dari yang ia kerjakan, dan ditolerir dalam kesalahan kecil pada pekerjaannya. Tiba-tiba beberapa lama kemudian, terdengar pembantu tersebut masuk penjara, misalnya karena melakukan penyiksaan terhadap anak majikannya, bagaimana pendapat masyarakat? Siapa yang disalahkan?

Nah, kalau kita yakin bahwa Allah SWT adalah Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemberi Rizki, Maha Pemberi Petunjuk, Maha Pengampun, Maha Bijaksana, .... lalu kalau pada akhirnya kita masuk neraka, maka kita HANYA BISA MENYALAHKAN DIRI KITA SENDIRI!!! *na'uudzu bilLaahi min dzaalik*

QS. 67:7-11
"[7] Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak,

[8] hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir). Penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?"

[9] Mereka menjawab: "Benar ada, sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan (nya) dan kami katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatu pun, kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar".

[10] Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".

[11] Mereka mengakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala."

Demikian, semoga bermanfaat.

WalLaahu Ta'aalaa A'lam.

7 komentar:

Anonim mengatakan...

Masya Allah...
Manusia (termasuk saya) memang sering bertingkah seperti pembantu yg masuk penjara itu. Menyalahgunakan kebaikan2 Sang Pencipta. Semoga kita kita bisa menjaga amanah dari-Nya

abuyahya mengatakan...

Aamien...

JazaakilLaahu khayraa,

Dikunjungi oleh seorang ibu mujahidah yang sedang berjuang membesarkan anak-anak sebagai mujahid membuat saya lebih semangat berbagi "kegalauan" melalui tulisan di blog ini. Sebenarnya saya sendiri sangat takut karena tahu banyak menyalahgunakan ni'matNya ...
Rabbanaa zhalamnaa anfusanaa wa inlam taghfir lanaa watarhamnaa lanakuunannaa minal khaasiriin ........ QS 7:23

Buat yang mau ikutan berkunjung ke mBak 'Nin, alamatnya di
http://ninamulhadi.wordpress.com/

Firdaus Nggira mengatakan...

anda berkomentar atau berteori?
karena jika anda berteori pasti anda tidak mengikut teorinya orang?
jika berbicara tentang taqdir maka kita harus memetakan antara pemikiran
kaum Syi'i (syi'ah Istna As'ariah) dan Sunni (Ahlussunnah Waljamaah.dll)
lalu taqdir itu harus dipahami dengan
cara apa dan sandarannya apa?

Unknown mengatakan...

masya alloh...

Unknown mengatakan...

maya alloh..

Unknown mengatakan...

Akan tetapi hasilnya adalah sesuai apa yang ditakdirkan Allah SWT di Lauh Mahfuzh, QS. 57:22-24, Kalau memang hasilnya jelek dan kita menggolongkannya dosa, apakah itu juga takdir, apakah mungkin allah menakdirkan sebagian umatnya untuk berdosa, bila allah memberikan pilihan, apakah allah dengan keserbamahatahuan beliau tidak mengetahui pilihan apa yang akan kita ambil

abuyahya mengatakan...

Yg jelas, say penulis blog ini, bukan berteori bukan berkomentar tapi berbagi, tentu bagi yg mau menggunakan hati, pendengaran, dan akalnya menerima kebenaran Al Qur`an.

"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (QS. 50:37) "

Yang mau boleh ambil, yg nggak suka silahkan berlalu ... he...he...